Hendaklah yang mendengarkan kumandang azan mengulang kalimat azan tersebut tanpa
1. Hadits Pertama
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
“Apabila kalian mendengar azan, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan muazin. Kemudian bershalawatlah kalian kepadaku. Karena siapa saja yang bershalawat kepadaku satu kali shalawat, Allah pasti memberikan kesejahteraan kepadanya sepuluh kali lipat. Kemudian mintakanlah kepada Allah wasilah untukku, karena ia adalah satu kedudukan di surga yang tidak layak kecuali untuk seorang hamba Allah, dan aku berharap akulah hamba Allah itu. Barangsiapa yang memintakan untukku wasilah, ia pasti mendapatkan syafa’at.” (HR. Muslim, no. 384)
2. Hadits Kedua
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ
“Apabila kajian mendengar azan, maka ucapkanlah seperti yang diucapkan oleh muazin.” (HR. Bukhari, no. 611; Muslim, no. 383)
2.1. Mengucapkan Seperti Muazin Kecuali pada Hayya ‘Alash Shalah, Hayya ‘Alal Falah
Dari ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ. فَقَالَ أَحَدُكُمُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ. ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ. قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ. ثُمَّ قَالَ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ. قَالَ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ. ثُمَّ قَالَ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ. قَالَ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ. ثُمَّ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ.قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ. ثُمَّ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Jika muazin mengucapkan Allahu Akbar, Allahu Akbar, maka salah seorang di antara kalian hendaklah mengucapkan Allahu Akbar, Allahu Akbar. Kemudian jika muazin mengucapkan Asyhadu alla ilaha illallah, maka hendaklah yang mendengar mengucapkan Asyhadu alla ilaha illallah. Kemudian jika muazin mengucapkan Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, maka hendaklah yang mendengar mengucapkan Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Kemudian jika muazin mengucapkan Hayya ‘alash shalah, maka hendaklah yang mendengar mengucapkan Laa hawla wa laa quwwata illa billah. Kemudian jika muazin mengucapkan Hayya ‘alal falah, maka hendaklah yang mendengar mengucapkan Laa hawla wa laa quwwata illa billah. Kemudian jika muazin mengucapkan Allahu Akbar, Allahu Akbar, maka hendaklah yang mendengar mengucapkan Allahu Akbar, Allahu Akbar. Kemudian jika muazin mengucapkan Laa ilaha illallah, maka hendaklah yang mendengar mengucapkan Laa ilaha illallah. Jika diucapkan seperti tadi dari dalam hati, maka yang mengucapkannya (menjawabnya) akan masuk surga.” (HR. Muslim, no. 385)
2.2. Kandungan Laa Hawla Laa Quwwata Illa Billah
Kalimat ini adalah kalimat yang ringkas, namun syarat makna dan memiliki keutamaan yang luar biasa. Kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada ‘Abdullah bin Qois,
يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ قُلْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ . فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ
“Wahai ‘Abdullah bin Qois, katakanlah ‘laa hawla wa laa quwwata illa billah’, karena ia merupakan simpanan pahala berharga di surga.” (HR. Bukhari, no. 7386)
Kalimat “laa hawla wa laa quwwata illa billah” adalah kalimat yang berisi penyerahan diri dalam segala urusan kepada Allah Ta’ala. Hamba tidaklah bisa berbuat apa-apa dan tidak bisa menolak sesuatu, juga tidak bisa memiliki sesuatu selain kehendak Allah.
Ada ulama yang menafsirkan kalimat tersebut, “Tidak ada kuasa bagi hamba untuk menolak kejelekan dan tidak ada kekuatan untuk meraih kebaikan selain dengan kuasa Allah.”
Ulama lain menafsirkan, “Tidak ada usaha, kekuatan dan upaya selain dengan kehendak Allah.”
Ibnu Mas’ud berkata,
لاَ حَوْلَ عَنْ مَعْصِيَةِ اللهِ إِلاَّ بِعِصْمَتِهِ، وَلاَ قُوَّةَ عَلَى طَاعَتِهِ إِلاَّ بِمَعُوْنَتِهِ
“Tidak ada daya untuk menghindarkan diri dari maksiat selain dengan perlindugan dari Allah. Tidak ada kekuatan untuk melaksanakan ketaatan selain dengan pertolongan Allah.”
Imam Nawawi menyebutkan berbagai tafsiran di atas dalam Syarh Shahih Muslim dan beliau katakan, “Semua tafsiran tersebut hampir sama maknanya.” (Syarh Shahih Muslim, 17: 26-27)
Menarik Faedah
Faedah-faedah menarik dari hadits dua hadits di atas:
- Disunnahkan untuk mengulang kumandang azan seperti yang diucapkan oleh muazin setelah setiap kalimat azan yang diucapkan. Kecuali untuk kalimat azan hay’alatain (yaitu hayya ‘alash shalah dan hayya ‘alal falah) dijawab dengan laa hawla quwwata illa billah.
- Disunnahkan membaca do’a setelah azan dengan bacaan yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Kemuliaan shalawat pada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bacaan shalawat tersebut disunnahkan bagi yang mendengar azan, juga bagi muazin. Walaupun sebagian ulama menyatakan yang mengucapkannya khusus yang mendengar azan saja.
- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tentu lebih mulia dari kita mendapatkan manfaat dari do’a kita setelah azan tadi. Ini tanda bahwa yang lebih mulia (al-fadhil) tetap mendapatkan manfaat dari do’a yang kurang mulia di bawahnya (al-mafdhul). Kedua-duanya akan mendapatkan manfaat.
- Allah melipatgandakan pahala bagi hambanya sebagai rahmat dan ingin memuliakannya.
- Shalawat dari Allah artinya rahmat dan ampunan. Shalawat dari malaikat artinya permohonan ampunan. Shalawat dari hamba artinya do’a.
- Al-wasilah adalah kedudukan tertinggi di surga yang dikhususkan hanya pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak pada yang lainnya.
- Para Nabi itu ada yang dimulaikan dari yang lainnya.
- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki syafa’at yang khusus diberikan bagi orang yang mengucapkan seperti yang dimaksud dalam hadits.
- Syafa’at artinya meminta agar dihapuskannya dosa dan kesalahan atau perantara kebaikan dari yang lain kepada yang lain.
Semoga bermanfaat dan bisa diamalkan.
—
@ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 16 Syawal 1437 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Rumaysho.Com, Channel Telegram @RumayshoCom, @DarushSholihin, @UntaianNasihat, @RemajaIslam